P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Bookmark

Translate

Dokter Tan Shot Yen: MBG Wajib Perkenalkan Pangan Lokal, Bukan Makanan UPF dari Produk Lokal

Featured Image

Kritik terhadap Penggunaan Makanan Ultra Proses dalam Program Makan Bergizi Gratis

Dokter dan ahli gizi masyarakat, Tan Shot Yen, mengungkapkan kekhawatirannya terkait surat edaran yang dikeluarkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) terkait penggunaan produk seperti biskuit, nugget, hingga burger lokal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dalam unggahannya di media sosial, Tan menampilkan surat edaran yang ditandatangani Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, tanggal 26 September 2025. Surat tersebut merespons masukan publik mengenai penggunaan ultra-processed food (UPF) dalam menu MBG.

Menurut BGN, jika produk seperti biskuit, roti, sereal, sosis, nugget, dan burger digunakan, maka prioritasnya adalah produk lokal atau buatan UMKM. Namun, Tan menilai kebijakan ini justru menjadi langkah mundur bagi program MBG. Ia menyatakan bahwa program ini seharusnya tidak berorientasi pada keuntungan pemilik modal atau pabrik besar, melainkan lebih fokus pada pangan segar dari petani, peternak, nelayan, maupun penanam buah lokal.

Menjalin Kerja Sama dengan Koperasi Desa Merah Putih

Tan menekankan pentingnya kerja sama dengan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) setempat. Ia menilai, jika semua proyek nasional Presiden bisa saling terhubung, maka ekonomi sirkular dapat diaktifkan melalui keterlibatan KDMP dalam pelaksanaan MBG. Hal ini dinilai akan memberdayakan masyarakat kecil dan memperkuat sistem pangan lokal.

MBG Sebagai Sarana Edukasi Gizi

Tan menilai bahwa UPF boleh saja diproduksi untuk kebutuhan rekreasi, tetapi bukan sebagai bagian dari menu MBG. Menurutnya, MBG seharusnya menjadi standar edukasi gizi bagi anak-anak, memperkenalkan makanan sehat Nusantara yang bergizi seimbang. Ia menegaskan, MBG harus menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan dan menjadi sarana untuk siswa belajar mengenali makanan sehat serta menyampaikan informasi kepada orang tua mereka.

Namun, kondisi di lapangan jauh berbeda dari panduan resmi MBG. Di dalam panduan, disebutkan bahwa program ini merupakan sarana edukasi, tetapi pelaksanaannya sering kali tidak sesuai harapan. Tan mengakui bahwa proses pengenalan makanan bergizi membutuhkan waktu, tetapi MBG tetap harus menjaga standar dan tidak hanya mengikuti kesukaan anak-anak.

Bahaya Makanan Ultra Proses

Tan mengingatkan bahwa makanan ultra proses biasanya rendah nutrisi namun tinggi gula, garam, lemak, serta penguat rasa. Konsumsi berlebihan bisa memicu obesitas dan penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, serta sindrom metabolik. Ia menegaskan bahwa negara maju harus memiliki pikiran yang maju, dan Indonesia kaya akan pangan utuh yang bisa diolah menjadi menu Nusantara.

Peran Ahli Gizi di Sekolah

Tan merekomendasikan agar ahli gizi tidak hanya mengawasi dapur, tetapi juga ikut masuk ke sekolah untuk memberikan edukasi langsung. Namun, ia mengakui bahwa kondisi saat ini membuat hal ini sulit dilakukan. Seorang ahli gizi harus mengawasi hingga 3.000 porsi MBG per hari di Sentra Penyedia Pangan dan Gizi (SPPG). Idealnya, satu ahli gizi cukup mengawasi 300–500 porsi. Jika jumlah menu melebihi 1.000 porsi per hari, maka diperlukan tambahan tenaga ahli.

Dorongan untuk Memberdayakan Kantin Sekolah

Lebih lanjut, Tan menilai pemerintah seharusnya memberdayakan kantin sekolah sebagai SPPG. Ia berpendapat bahwa kantin sekolah lebih dekat dengan siswa dan bisa menyerap tenaga kerja setempat. Jika sekolah belum memiliki kantin, maka bisa didorong untuk membangunnya.

Penjelasan dari BGN

Terpisah, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, tidak secara tegas menjawab apakah makanan ultra proses boleh digunakan dalam MBG. Menurutnya, UPF adalah produk intelektualitas dalam pengolahan pangan yang steril dan aman dikonsumsi. Ia menjelaskan bahwa UPF sudah melewati proses panjang. Meski demikian, ia menyadari bahwa banyak yang khawatir terkait kandungan gula berlebihan. Contohnya, susu UHT yang tanpa pemanis bisa diterima banyak pihak.

Ia juga menjelaskan bahwa UMKM kemungkinan belum memiliki teknologi yang setara dengan industri besar. Namun, ada olahan lokal yang bisa bertahan beberapa hari dan jika diperkaya komposisi gizinya, tetap bernilai baik. Contohnya, pempek, kue-kue lokal, abon, dan lain-lain. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menegaskan kembali misi Presiden Prabowo Subianto sejak awal meluncurkan MBG, yaitu menghidupkan UMKM lokal sekaligus merespons masukan dari DPR, pengamat, dan masyarakat luas terkait penggunaan makanan ultra proses dalam menu program tersebut.

0

Posting Komentar