P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Bookmark

Translate

Garuda Indonesia Alami Kerugian 2,3 Triliun di Semester I-2025

Featured Image

Garuda Indonesia Mengalami Kerugian di Semester Pertama 2025

Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) melaporkan kerugian sebesar US$ 142,8 juta atau setara dengan Rp 2,3 triliun (berdasarkan asumsi kurs Rp 16.646 per dolar AS) selama semester pertama tahun 2025. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kerugian yang tercatat pada periode yang sama di tahun lalu, yaitu sebesar Rp 1,6 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia, pendapatan Garuda juga mengalami penurunan. Pada Januari hingga Juni 2025, pendapatan perusahaan turun dari Rp 26,6 triliun menjadi Rp 24,9 triliun. Pendapatan tersebut berasal dari berbagai sumber, termasuk penerbangan berjadwal sebesar Rp 19,9 triliun, penerbangan tidak berjadwal senilai Rp 3,4 triliun, serta pendapatan lainnya sebesar Rp 2,6 triliun.

Dalam laporan tersebut, total liabilitas Garuda mencapai Rp 133,2 triliun dan ekuitas sebesar Rp 23,3 miliar. Sementara itu, total aset perusahaan hingga tanggal 30 Juni 2025 tercatat sebesar Rp 108,2 triliun, yang merupakan penurunan dibandingkan angka pada periode yang sama di tahun lalu, yaitu Rp 109,9 triliun.

Sebelumnya, Direktur Niaga Garuda Indonesia menyampaikan rencana penambahan tujuh armada pesawat baru dalam tahun ini. "Ini adalah penambahan pesawat terbanyak yang dilakukan oleh Garuda Indonesia pasca-pandemi," ujarnya saat rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR pada Senin, 22 September 2025.

Pada tahun ini, Garuda telah menambah lima pesawat baru. Dengan tambahan tersebut, jumlah armada yang dimiliki oleh Garuda Indonesia kini mencapai 78 unit. Penambahan armada ini menjadi salah satu fokus utama dalam strategi pemulihan kinerja perusahaan pasca-pandemi.

Reza menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 yang berlangsung antara tahun 2020 hingga 2021 memberikan dampak signifikan terhadap maskapai penerbangan. Salah satunya adalah penurunan seat load factor hingga 31 persen pada tahun 2021. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan tingkat seat load factor pada tahun 2019 yang mencapai 74 persen.

Selain dampak finansial, pandemi juga memengaruhi operasional armada. Ketersediaan rantai pasok suku cadang menjadi sangat terbatas, sehingga banyak pesawat harus berhenti sementara atau disebut grounded.

Saat ini, BUMN di sektor aviasi ini sedang fokus pada program strategis yang bertumpu pada tiga pilar utama. Pertama, evaluasi finansial dan komersial melalui optimalisasi biaya serta penerapan cost leadership untuk mencapai ekuitas positif. Kedua, akselerasi kinerja usai PKPU dengan melakukan transformasi menyeluruh. Ketiga, ekspansi jaringan melalui penambahan dan perbaikan armada, serta memperluas kerja sama dengan maskapai internasional.

Garuda juga berupaya memperkuat ekosistem penerbangan melalui sinergi dengan Citilink, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tb (GMF), dan Injourney Group. Dengan strategi ini, Garuda berharap dapat meningkatkan kinerja dan daya saing di pasar penerbangan nasional maupun internasional.

0

Posting Komentar