
Pemerintah Alokasikan Anggaran Pendidikan 20 Persen untuk Tahun 2026
Presiden Prabowo Subianto mengumumkan bahwa pemerintah berkomitmen memenuhi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026. Anggaran tersebut mencapai sekitar Rp757,8 triliun, yang merupakan anggaran terbesar dalam sejarah Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan oleh Prabowo dalam pidato Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 saat Sidang Pembukaan Masa Sidang DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Ia menjelaskan bahwa anggaran tersebut akan digunakan untuk meningkatkan kualitas guru, memperkuat pendidikan vokasi, serta menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja.
Selain itu, dana pendidikan juga akan dialokasikan untuk program beasiswa seperti Kartu Indonesia Pintar dan KIP Kuliah. Selain itu, anggaran juga akan digunakan untuk peningkatan fasilitas sekolah dan kampus. Untuk gaji guru, penguatan kompetensi, serta kesejahteraan guru dan dosen, alokasi anggaran mencapai sebesar Rp178,7 triliun. Tunjangan profesi guru non-PNS dan ASN daerah juga akan diberikan secara memadai.
Anggaran pendidikan tahun 2026 direncanakan naik sekitar Rp33,5 triliun dibandingkan anggaran tahun 2025 yang sebesar Rp724,3 triliun. Kenaikan ini mendapat apresiasi dari berbagai asosiasi guru dan pendidikan. Namun, ada beberapa catatan agar alokasi anggaran tersebut bisa berjalan tepat sasaran.
JPPI Soroti Alokasi MBG dalam Anggaran Pendidikan
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti alokasi Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam RAPBN 2026. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyatakan bahwa pemerintah harus meninjau ulang alokasi anggaran pendidikan sesuai amanat konstitusi.
Menurutnya, konstitusi telah menetapkan bahwa pemerintah wajib menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi semua anak, khususnya di tingkat dasar. Namun, RAPBN 2026 justru mengalokasikan hampir separuh anggaran pendidikan untuk MBG. Ini dinilai sebagai pelanggaran terhadap konstitusi karena mengabaikan pendidikan gratis demi program MBG.
JPPI juga menuntut transparansi terkait pembiayaan sekolah kedinasan yang kembali masuk dalam alokasi dana pendidikan. Menurut mereka, sekolah kedinasan seharusnya memiliki pos anggaran tersendiri, bukan bagian dari anggaran pendidikan 20 persen yang diamanatkan konstitusi.
Tagih Janji Prabowo untuk Kesejahteraan Guru
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Presiden Prabowo merealisasikan janji kesejahteraan guru dan tenaga pendidik setelah pengumuman anggaran pendidikan 2026 senilai Rp757,8 triliun. Janji ini sesuai dengan Astacita Prabowo-Gibran yang menyebut akan mewujudkan "Standar Upah Minimum Guru Non-ASN dan Honorer".
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menyatakan bahwa P2G mendesak Presiden Prabowo untuk merealisasikan janjinya terkait kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga kependidikan. Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, menambahkan bahwa pemerintah perlu menunjukkan komitmen sesuai Astacita dengan mewujudkan standar upah minimum bagi para guru.
Upah Kecil Para Guru
Iman mengungkapkan bahwa hingga saat ini, pemerintah belum menetapkan standar upah minimum bagi guru non-ASN, termasuk guru honorer. Penghasilan mereka masih jauh di bawah upah minimum buruh. Bahkan, banyak guru honorer maupun non-ASN, seperti guru swasta, madrasah, dan PAUD, hanya menerima upah antara Rp200.000 hingga Rp500.000 per bulan.
P2G melihat bahwa anggaran pendidikan APBN tahun ini belum memberikan dampak nyata pada kesejahteraan guru non-ASN, peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah, serta pembenahan literasi dan kompetensi guru. Masih ada 1,4 juta guru yang belum mendapat tunjangan profesi, termasuk dalam penerapan Wajib Belajar 13 tahun.
Pemenuhan Hak Guru Bukan Kado HUT RI
Iman menegaskan bahwa insentif dan bantuan subsidi upah sebesar Rp300.000 dari pemerintah untuk guru bukanlah kado HUT RI ke-80. Menurutnya, insentif ini adalah pemenuhan hak guru yang belum sepenuhnya terpenuhi. Ia menilai bahwa pemerintah perlu menyadari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 14 ayat 1 huruf a, yang menyatakan bahwa guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum.
Jika Presiden benar-benar ingin mensejahterakan guru, khususnya guru non-ASN, maka sudah semestinya Pak Prabowo merealisasikan janji beliau dalam Astacita, yaitu penetapan standar upah minimum bagi guru-guru non-ASN yang berlaku secara nasional.
Posting Komentar