P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Bookmark

Translate

Baru 198 Unit dari 9.687 SPPG Miliki Sertifikat Higiene Sanitasi

Featured Image

Kepatuhan Standar Higiene Sanitasi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Masih Rendah

Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat bahwa hingga 30 September 2025, sebanyak 198 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) telah memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Angka ini menunjukkan peningkatan dari data sebelumnya yang dilaporkan oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Muhammad Qodari, yaitu hanya 35 unit. Namun, jumlah tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan total SPPG yang beroperasi.

Berdasarkan data dari situs web BGN, jumlah SPPG yang sudah beroperasi mencapai 9.687 unit per 2 Oktober 2025. Dengan demikian, hanya 2,04 persen dari total SPPG yang memiliki SLHS. Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, menjelaskan bahwa 198 SPPG yang telah memenuhi standar higiene dan sanitasi tersebar di Wilayah I sebanyak 102 unit, Wilayah II sebanyak 35 unit, dan Wilayah III sebanyak 61 unit.

Peran Sertifikat Laik Higiene Sanitasi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG)

Menurut informasi dari situs web Kementerian Kesehatan (Kemenkes), SLHS dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebagai bukti tertulis bahwa restoran, rumah makan, jasa catering, tempat minum, makanan jajanan, kantin institusi, sentra jajanan, dan kantin sekolah telah memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Meski begitu, BGN baru saja mewajibkan SPPG untuk memiliki SLHS pada pekan lalu, meskipun program MBG telah berjalan selama sembilan bulan.

Nanik menjelaskan bahwa BGN berkomitmen untuk menjaga keamanan dan kualitas makanan yang diproduksi oleh SPPG. Oleh karena itu, SLHS menjadi salah satu persyaratan wajib yang ditetapkan oleh BGN agar standar kesehatan dan kebersihan dapat terpenuhi selama proses produksi MBG.

“Kami mendorong SPPG yang sudah beroperasi agar segera mengurus penerbitan SLHS hingga Oktober 2025. Ini berkaitan dengan keamanan pangan dan perlindungan penerima manfaat, sehingga harus diprioritaskan. Kami juga terus memantau perkembangan sertifikasi SPPG setiap hari,” ujar Nanik.

Persyaratan Tambahan untuk SPPG

Selain SLHS, BGN juga meminta SPPG untuk mengurus sertifikasi lain seperti HACCP, NKV, serta sertifikasi halal. Saat ini, terdapat 26 SPPG yang memiliki sertifikat HACCP, 15 SPPG tersertifikasi NKV, 106 SPPG memiliki sertifikat HSP, 23 SPPG bersertifikat ISO 22000, 20 SPPG tersertifikasi ISO 45001, dan 34 SPPG mengantongi sertifikat halal.

Sertifikasi ini dinilai penting sebagai standar penyelenggaraan program MBG agar risiko kontaminasi dan gangguan kesehatan dapat diminimalisir. “Harapan kami, langkah ini bisa membangun kepercayaan penerima manfaat dan masyarakat bahwa BGN berkomitmen mewujudkan zero accident,” tambah Nanik.

Tenggat Waktu dan Ancaman Penutupan

Dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Kantor BGN pada Jumat (26/9/2025), seluruh mitra diberikan tenggat waktu sebulan untuk melengkapi SLHS, sertifikat halal, dan sertifikat kelayakan air yang bisa dikonsumsi. BGN mengancam akan menutup SPPG yang tidak memenuhi tiga persyaratan tersebut.

“Saya ulang, kalau dalam satu bulan kepada para mitra di seluruh Indonesia, kalau anda semua tidak memenuhi, tidak mempunyai sertifikat SLHS, sertifikat halal, dan juga sertifikat untuk kelayakan air yang bisa dikonsumsi, kami akan menutup. Mohon maaf,” kata Nanik, pekan lalu.

Masalah Keracunan Akibat Program MBG

Hingga 25 September 2025, tercatat 70 kasus dugaan keracunan akibat program MBG. Dari total kasus tersebut, sebanyak 5.914 orang terdampak. Hal ini menunjukkan bahwa masalah keamanan pangan masih menjadi tantangan serius dalam pelaksanaan program MBG.

BGN terus berupaya meningkatkan kesadaran dan komitmen SPPG dalam menjaga standar higiene dan sanitasi agar program MBG dapat berjalan secara aman dan bermanfaat bagi masyarakat.

Posting Komentar

Posting Komentar