P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Bookmark

Translate

Kasus Korupsi TKA: Aset Disita dari Mantan Dirjen Binapenta

Featured Image

Penyitaan Aset Terkait Kasus Korupsi di Kemenaker

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperluas penyidikan terhadap kasus pemerasan dalam pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Dalam proses penyidikan ini, KPK telah melakukan penyitaan sejumlah aset yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Aset-aset tersebut melibatkan seorang tersangka bernama Haryanto, yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Binapenta Kemenaker periode 2024-2025 sekaligus Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan.

Menurut informasi yang diperoleh, penyidik KPK melakukan penyitaan aset berupa tanah dan bangunan di wilayah Depok dan Bogor. Dua bidang tanah/bangunan yang disita antara lain kontrakan seluas 90 meter persegi di Cimanggis, Kota Depok, serta rumah seluas 180 meter persegi di Sentul, Kabupaten Bogor. Aset-aset tersebut dibeli secara tunai dan diduga berasal dari uang hasil pemerasan kepada para agen TKA. Selain itu, aset-aset ini juga dibeli dengan mengatasnamakan kerabat tersangka.

Selain aset tanah dan bangunan, KPK juga menyita satu unit mobil merek Toyota Innova yang diminta oleh Haryanto dari salah seorang agen TKA. Mobil tersebut kini sudah berada dalam penguasaan KPK. Penyitaan aset ini dilakukan sebagai bagian dari proses pembuktian perkara serta upaya optimalisasi recovery aset yang diduga terkait tindak pidana korupsi.

Penyitaan Lahan Sebelumnya

Pada awal bulan September 2025, KPK juga melakukan penyitaan terhadap 18 bidang tanah dengan total luas mencapai 4,7 hektare. Aset-aset tersebut disita dari Haryanto dan Jamal Shodiqin, yang merupakan staf di Kemenaker. Menurut pernyataan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, aset-aset tersebut dibeli dengan nama keluarga atau kerabat.

Daftar Tersangka dalam Kasus Ini

Dalam kasus pemerasan pengurusan izin TKA di Kemenaker, KPK telah menetapkan delapan tersangka. Mereka adalah:

  • Suhartono (SH), eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK)
  • Haryanto (HY), Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025 sekaligus Staf Ahli Menaker
  • Wisnu Pramono (WP), Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019
  • Devi Angraeni (DA), Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA
  • Gatot Widiartono (GTW), Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja
  • Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), Alfa Eshad (ALF), dan staf-staf lainnya

KPK menyebut bahwa para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024. Rincian uang yang diterima masing-masing tersangka antara lain:

  • Suhartono: Rp 460 juta
  • Haryanto: Rp 18 miliar
  • Wisnu Pramono: Rp 580 juta
  • Devi Angraeni: Rp 2,3 miliar
  • Gatot Widiartono: Rp 6,3 miliar
  • Putri Citra Wahyoe: Rp 13,9 miliar
  • Alfa Eshad: Rp 1,8 miliar
  • Jamal Shodiqin: Rp 1,1 miliar

Para tersangka ini disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Upaya Pencegahan Korupsi di Kemenaker

Selain penindakan terhadap pelaku, KPK juga terus mendorong langkah-langkah pencegahan korupsi di lingkungan Kemenaker. Tujuannya adalah untuk menutup peluang bagi oknum-oknum yang ingin melakukan tindak pidana korupsi, sehingga tidak merusak kualitas pelayanan kepada publik. KPK berkomitmen untuk terus mengawasi dan memberikan perlindungan terhadap sistem pemerintahan yang bersih dan transparan.

Posting Komentar

Posting Komentar