P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Bookmark

Translate

Antisipasi Tuntutan Royalti: Bus Berhenti Putar Lagu, Organda Merespons

Featured Image

Penolakan terhadap Kebijakan Royalti Musik di Angkutan Umum

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jakarta, Shafruhan Sinungan, menyampaikan pendapatnya mengenai kebijakan pemungutan royalti atas pemutaran musik di angkutan umum, khususnya bus. Ia menilai aturan tersebut tidak tepat dan perlu dikaji ulang karena berpotensi memberatkan pengemudi dan operator angkutan.

Menurutnya, penerapan royalti musik di angkutan umum dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan. Hal ini pada akhirnya bisa berdampak pada kenaikan harga tiket yang akan dialami para penumpang. "Ini enggak tepat kalau royalti musik dikenakan di angkutan umum. Rasanya perlu dikaji ulang nih aturan. Kasihan para driver, karena ini justru akan membebani mereka," ujarnya.

Shafruhan menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada anggota Organda yang ditagih atau dituntut royalti musik oleh LMK atau LMKN. Meski demikian, ia mengkhawatirkan jika tiba-tiba ada tagihan royalti yang muncul. "Belum ada sih. Khawatir aja kalo tiba-tiba ada tagihan royalti. Bisa runyam nih," katanya.

Selain itu, ia mengaku belum pernah menerima sosialisasi resmi dari pihak terkait mengenai kebijakan ini. "Baru tahu setelah ramai soal gugatan royalti," ujar dia.

Langkah Penghentian Pemutaran Musik oleh PO Bus

Sebagai informasi, sejumlah perusahaan angkutan bus di Indonesia memutuskan untuk menghentikan sementara pemutaran lagu atau musik di dalam armada mereka. Langkah ini dilakukan sebagai upaya antisipatif untuk menghindari tuntutan pembayaran royalti yang bisa berdampak pada kenaikan tarif tiket.

Beberapa PO besar yang telah mengumumkan kebijakan ini antara lain PT SAN Putra Sejahtera (PO SAN), PT Haryanto Motor Indonesia (PO Haryanto), dan PO Gunung Harta. Manajemen masing-masing PO menegaskan bahwa keputusan ini diambil demi menjaga kenyamanan penumpang.

Dasar Hukum Kebijakan Royalti Musik

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, disebutkan bahwa layanan publik yang bersifat komersial seperti bus, pesawat, restoran, bazar, pameran dan lainnya wajib membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait melalui LMKN. PP ini merupakan aturan turunan dari Undang-undang Hak Cipta.

Aturan ini bertujuan untuk melindungi hak cipta para pencipta musik dan memastikan mereka mendapatkan penghargaan sesuai dengan nilai karya yang digunakan. Namun, bagi pengusaha angkutan umum, aturan ini menjadi tantangan baru yang perlu dipertimbangkan secara matang.

Perspektif Pengusaha Angkutan Umum

Dari perspektif pengusaha angkutan umum, kebijakan ini bisa berdampak signifikan terhadap bisnis mereka. Biaya operasional yang semakin tinggi dapat memengaruhi daya saing dan kemampuan mereka dalam menawarkan layanan yang terjangkau bagi masyarakat. Selain itu, adanya ketidakpastian terkait penerapan aturan ini juga membuat banyak pengusaha merasa waspada.

Meski demikian, beberapa pihak tetap berharap agar kebijakan ini dapat diterapkan dengan cara yang lebih bijaksana dan mempertimbangkan kondisi industri transportasi. Dengan begitu, semua pihak dapat saling menjaga kepentingan tanpa saling merugikan.

Posting Komentar

Posting Komentar