
Menteri Keuangan Berbicara Tanpa Teks di Ruang Rapat DPD RI
Di tengah suasana ruang rapat Komite IV DPD RI di Senayan, suara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terdengar jelas dan tegas. Ia berbicara tanpa teks, menggambarkan visi yang jelas tentang masa depan ekonomi Indonesia. Nada suaranya tenang, tetapi penuh keyakinan bahwa kemandirian ekonomi adalah prioritas utama.
Purbaya menyatakan bahwa masa depan ekonomi Indonesia tidak boleh bergantung pada kemurahan hati investor asing. Meskipun ia mengundang mereka, ia menegaskan bahwa negara ini tidak akan memohon-mohon. Investor asing hanya datang untuk memanfaatkan peluang pertumbuhan ekonomi, bukan untuk membangun negara.
Mengubah Narasi Ekonomi Nasional
Purbaya menekankan bahwa modal asing bukanlah penentu arah ekonomi nasional. Mereka hanyalah pelengkap, bukan pengendali. Ia menilai bahwa pembangunan sejati harus berasal dari kemampuan bangsa menciptakan nilai tambah sendiri, bukan dari jumlah dana yang masuk dari luar negeri.
Ia mengatakan, "Kita fokus dulu dorong pertumbuhan ekonomi. Kalau kuenya besar, mereka pasti datang berebut sendiri." Pandangan ini bertolak belakang dengan kebijakan liberal yang membuka pintu selebar-lebarnya bagi modal asing. Bagi Purbaya, investor yang datang harus memberikan manfaat jangka panjang seperti teknologi, lapangan kerja berkualitas, dan efek berantai (spillover) bagi masyarakat.
Strategi Investasi yang Berfaedah
Purbaya menjelaskan bahwa strategi ke depan adalah membuka peluang hanya untuk hal-hal yang belum dimiliki oleh Indonesia. Ia menyebut, "Yang kita enggak punya, itu yang kita buka." Dengan demikian, arah kebijakan ekonomi mulai beralih dari sekadar “mengundang investasi” menjadi “memilih investasi yang berfaedah”.
Instrumen pajak dan tarif menjadi alat penting dalam memilih investasi yang sesuai dengan kepentingan nasional. Purbaya menyadari bahwa Kementerian Keuangan memiliki instrumen strategis untuk mengendalikan arus modal asing.
Data Menunjukkan Dominasi Investasi Dalam Negeri
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hingga akhir kuartal III tahun 2025, total investasi di Indonesia mencapai Rp1.434,3 triliun. Dari jumlah itu, penanaman modal asing (PMA) hanya sebesar Rp644,6 triliun atau sekitar 44,9%, sedangkan penanaman modal dalam negeri (PMDN) mendominasi dengan Rp789,7 triliun atau 55,1%.
Angka ini memperkuat argumen Purbaya bahwa kekuatan ekonomi nasional justru digerakkan oleh pengusaha dan industri dalam negeri. Ia menegaskan, "Kita jangan jadi bangsa yang menunggu belas kasihan modal asing."
Ekonomi sebagai Kedaulatan
Ucapan Purbaya bukan sekadar retorika politik. Ia ingin mengembalikan semangat kedaulatan ekonomi — bahwa arah masa depan ditentukan oleh kemampuan bangsa mengolah kekayaan dan potensi sumber daya manusianya sendiri.
Dalam konteks geopolitik ekonomi global yang semakin tidak pasti, strategi ini tampak sederhana tapi fundamental: Indonesia harus berhenti menjadi penonton di rumah sendiri. Ketika banyak negara berlomba menarik investor dengan insentif, Purbaya memilih jalan berbeda: memperkuat pondasi, menciptakan “kue ekonomi” yang lebih besar, dan membiarkan para investor datang karena kebutuhan, bukan belas kasihan.
"Kita tidak anti-asing. Tapi yang datang ke sini harus ikut membangun negeri, bukan sekadar mencari untung," ujar Purbaya.



Posting Komentar