Masih ada yang tersisa pada perayaan ulang tahun KOMiK yang belum saya tuliskan, yaitu acara workshop film dengan narasumber Mahesa Desaga.
Sebagai komunitas pecinta film, yang tidak hanya bisa menonton film saja, KOMiK juga pernah mengadakan workshop penulisan naskah film bahkan membuat film pendek. Dan kali ini menyoroti peran penting sutradara dalam pembuatan sebuah film.
Workshop yang dikemas dengan julukan "Yuk Belajar Jadi Sutradara" ternyata cukup banyak peminatnya. Berlangsung di MusPen lantai 3, TMII, Jakarta Timur pada tanggal 13 September 2025.
Mahesa telah menjadi sutradara sejak tahun 2008, yang telah banyak menyutradarai film dan mengikuti festival film (2012-2015). Puncak karierya adalah sukses mengikuti festival film Eropa (2016-2018).
Sutradara asal Malang, Jawa Timur ini kebanyakan membuat film pendek, meskipun pernah juga membuat film panjang.
Beberapa film pendeknya yang terkenal adalah "Jumput Singit", "Nunggu Teka", "Kereta Syurga", "Kalau 2020 Tiba", "Kremi", dan "Secangkir Gula Pahit".
Film pendek ini diunggah ke kanal YouTube dan TikTok. Sedangkan film panjang pertamanya "Darah Biru Arema" dibuat pada tahun 2017.
Apa syarat awal menjadi seorang sutradara? Menurut Mahesa, kita harus memiliki imajinasi, memiliki referensi dan memiliki banyak pengalaman. Semua ini dapat dimiliki jika kita sering menonton film, menonton pertunjukan musik, melihat pameran, termasuk menyaksikan kesenian rakyat seperti lenong dan ludruk. Adapun visi seorang sutradara harus mampu membentuk ideologi, memiliki dasar politik, memahami sejarah, menggunakan media film untuk visualisasinya dan menghayati budaya. Untuk mewujudkan visinya, sutradara harus mampu membaca naskah/film, hingga mencintai naskah tersebut, setiap dialog maupun setiap adegannya. Dengan memahami sebuah naskah, seorang sutradara memiliki alasan yang kuat untuk membuat sebuah film. Karena dia akan mampu menceritakan isi naskah itu dalam bentuk film. Seorang sutradara harus mampu menginterpretasi sebuah naskah, artinya memahami dan mengerti "teks", memiliki pengalaman tentang "konteks" dan memperkenalkan "subteks"-nya. Misalnya mengenai naskah buku Harry Potter, seorang sutradara harus memahami perjalanan seorang anak muda menuju dewasa. Lalu pada "konteks" muncul tindakan-reaksi.
Seorang sutradara harus mampu menerjemahkan situasi yang berada di luar layar sesuai dengan relevansinya. Contoh lain, mengenai film "Godzilla", naskah hanya menyebutkan sebagai dampak dari bom atom. Seorang sutradara harus mampu memperkenalkan "subtext" sebagai monster yang muncul akibat dijatuhkannya bom atom sembilan tahun yang lalu. Sehingga menimbulkan trauma pada era 2000-an. Sedangkan pada film "Dinosaurus", seorang sutradara harus mampu menjelaskan bahwa akibat dari ketamakan manusia adalah kehancuran. Contoh menarik lainnya adalah film "Matrix", selain tertarik pada serunya pertarungan, juga mengingatkan bahwa teknologi digital telah menjajah dan mengendalikan manusia. Contoh dari film Hong Kong berjudul "Internal Affair", sutradara berhasil memasukkan pengaruh agama Buddhisme, di antara peristiwa politik yang menghilangkan identitas, akibat terjadinya dualisme antara polisi dan mafia. Contoh dari film Jepang "Exhuma", sutradara harus mampu menciptakan trauma pada hantu Jepang. Dalam memproduksi sebuah film, seorang sutradara harus mampu bercerita dengan baik, dengan storytelling yang tepat maupun menggunakan bahasa visual. Pemilihan kata harus disesuaikan dengan target penonton. Misalnya kata "cakrawala" bisa digunakan kata "kaki langit" atau "horizon". Pemilihan diksi kata ini juga akan menentukan gerakan kamera. Penggunaan diksi yang tepat sangat mempengaruhi cerita. Jadi, seorang sutradara harus mampu menciptakan ekspresi, visual apa yang harus ditangkap oleh kamera. Termasuk pemilihan busana/kostum, merek suatu alat yang dipegang serta gesture aktrisnya. Semua ini akan menentukan arah dan gerakan kamera. Seorang sutradara juga harus bertanggung jawab atas objek yang akan diambil, logika tokoh yang diperankan dalam situasi saat ini (realistis), warna gelap tidak selalu menggambarkan kota yang dikuasai kejahatan. Untuk mempermudah pengambilan gambar, sebaiknya siapkan daftar pendek (short list) berupa storyboard atau membuat mood board. Seorang sutradara harus mampu memahami setiap film dalam bahasa visual, agar yang diinginkannya dapat disampaikan kepada penonton. Agar dapat menjadi seorang sutradara yang berhasil, harus banyak menonton film, melakukan diskusi, dan mencoba melakukan hal-hal yang membuat kita tertarik. Salah satu hal terpenting, tulislah ide sekecil apa pun, yang nantinya dapat dikembangkan.
Presentasi Mahesa mendapat banyak tanggapan dan pertanyaan dari peserta. Hanya waktu yang membatasi jumlah Tanya jawab. Bagi yang belum puas, Mahesa tetap bersedia menerima pertanyaan dan memberikan jawaban melalui group WA KOMiK. Berminat menjadi sutradara? Hubungi KOMiK, siapa tahu visi kita bisa diwujudkan menjadi sebuah film.
Posting Komentar