
Penembakan Husain di Polman Terungkap, Pelaku Gunakan Senjata Asli dari Mantan TNI
Kasus penembakan yang menewaskan Husain (35) di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, akhirnya terungkap setelah penyelidikan intensif oleh aparat kepolisian. Dalam proses penyidikan, polisi berhasil mengungkap bahwa pelaku menggunakan senjata api asli buatan Amerika Serikat (AS) yang dibeli secara ilegal dari mantan anggota TNI.
Menurut informasi yang diperoleh, pelaku utama kasus ini adalah Ahmad Faizal alias Carlos (25). Ia membeli pistol revolver dari seseorang bernama Indra Didi Yuda (35), seorang mantan anggota TNI. Transaksi pembelian senjata tersebut dilakukan dengan cara tidak biasa, yaitu dengan menukar uang tunai sebesar Rp4,5 juta dan satu gram sabu-sabu.
Kapolres Polman, AKBP Anjar Purwoko, menjelaskan bahwa Indra Didi Yuda bertindak sebagai pemilik sekaligus penjual senjata api dan amunisi. Ia disebut memiliki peran penting dalam peredaran senjata ilegal di wilayah tersebut. Selain itu, polisi juga menangkap tiga tersangka lain yang terlibat dalam kejahatan serupa, yaitu:
- Nurwahyu Pratama Putra alias Wahyu (22)
- Kasmin alias Kasmir (40)
- M. Yusuf alias Ucu (30)
Barang bukti yang berhasil disita antara lain satu pucuk revolver Smith & Wesson buatan AS dengan nomor seri 22618, enam butir peluru revolver, serta 15 butir peluru HS. Menurut Kasat Reskrim Polres Polman, AKP Budi Adi, senjata tersebut bukan hasil rakitan, melainkan pabrikasi asli. Senjata tersebut dipesan jauh sebelum rencana pembunuhan terhadap Husain direncanakan.
Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa Ahmad Faizal bertindak sebagai otak dari pembunuhan tersebut. Sementara itu, Darussalam (35), saudara kandung AF, menjadi eksekutor yang melakukan penembakan. Motif pembunuhan ini berasal dari dendam lama karena korban pernah melaporkan AF ke polisi terkait kasus narkotika di Polres Majene.
Setelah mendapatkan senjata dan amunisi, AF merencanakan pembunuhan dengan melibatkan dua orang lainnya, yaitu ALK (16) dan FRDS. Keduanya bertugas mengawasi pergerakan korban sebelum eksekusi dilakukan di Pasar Campalagian. Proses pengintaian ini dilakukan untuk memastikan bahwa rencana pembunuhan berjalan sesuai rencana.
Para tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukuman yang dapat diberikan kepada mereka mencakup hukuman mati atau penjara seumur hidup, tergantung pada putusan pengadilan. Kejadian ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman terhadap keselamatan masyarakat akibat peredaran senjata ilegal dan kejahatan narkoba.



Posting Komentar